Staf WHO, termasuk dokter umum, spesialis kesehatan masyarakat, ilmuwan dan ahli epidemiologi dan ahli lainnya bekerja di 150 negara di seluruh dunia. Mereka menyarankan kementerian kesehatan mengenai masalah teknis dan memberikan bantuan untuk layanan pencegahan, perawatan dan perawatan di seluruh sektor kesehatan. Intervensi WHO mencakup semua bidang spektrum perawatan kesehatan global, termasuk intervensi krisis dan respon terhadap keadaan darurat kemanusiaan; Menetapkan Peraturan Kesehatan Internasional, negara mana yang harus mengikuti untuk mengidentifikasi wabah penyakit dan menghentikan penyebarannya; Mencegah penyakit kronis; Dan bekerja untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan terkait kesehatan. Statistik Kesehatan Dunia 2016: Memantau kesehatan SDG ( Sustainable Development Goals / Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) Sementara Tujuan Pembangunan Milenium berfokus pada seperangkat target kesehatan...
Pada praktikum ini membuat sediaan injeksi vitamin b1 (thiamin hcl).
Sediaan injeksi mrp sediaan steril bebas
pirogen yang dimaksudkan unutk diberikan secara parenteral. Injeksi adalah
sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir.Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini
diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam
kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan
tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga
sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun
dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima. Syarat-syarat obat
suntik : Aman, tidak boleh memyebabkan iritasi jaringan atau efek tosis. Harus
jernih, tidak terdapat partikel padat kecuali berbentuk suspensi. Tidak
berwarna kecuali bila obatnya berwarna. Sedapat mungkin isohidris, Sedapat
mungkin isotonis,Harus steril, Bebas pirogen.
Hal pertama yang dilakukan dalam praktikum ini ialah menghitung
tonisitas dari formula tersebut, dan didapatkan hasil hipertonis (0,53 >
0,28), syarat tonisitas untuk sediaan injeksi
ialah sedapat mungkin isotonis, dan larutan hipertonis untuk sediaan
injeksi masih diperbolehkan karena volume yang diberikan sedikit , sehinggga
sel yang menglami krenasi dapat kembali normal karena dinetralkan/imbangi oleh
cairan tubuh yang lebih banyak. Namun bila hipotonis, terjadi lisis sel atau
pecahnya sel, sehingga berbahaya.
Dalam praktikum ini
ingin dibuat dengan wadah ampul (volume
4 ml), jika diberikan berdasarkan formula tersebut, dosis yang diberikan ialah
400 mg/ampul (OD) karena dosis vitamin b1 berkisar antara 25-100 mg perhari, sehingga
pada praktikum ini dibuat sediaan dengan dosis vit b1 yang sesuai. Disini
dibuat dosis vit b1 100 mg/ampul, untuk itu perlu dilakukan perhitungan
tonisitas kembali untuk dosis 100 mg/ 4ml (ampul) à 2,5
gram/100mL, dan didapatkan hipotonis (0,13 < 0,28), sehingga perlu
ditambahkan agen pengisotonis , disini digunakan nacl. Setelah dihitung
isotonisitasnya , Perlu ditambahkan nacl
0,487 gr/100ml agar menjadi
larutan yang isotonis.
Setelah didapatkan
sediaan yang isotonis dan sesuai dosis, selanjutnya dilakukan penimbangan
bahan, pembuatan injeksi vitamin b1 dengan menimbang vitamin b1 sebanyak 2,5 gram dalam 100 ml dan
di tambah dengan nacl 0,487 gr /100ml.
setelah bahan-bahan ditimbang, thiamin hcl dan nacl dilarutkan dalam aqua p.i (aqua
p.i merup air minimal yg dapat digunakan untuk pembuatan sediaan parental
steril, mrp memiliki kualitas / kemurnian yang tinggi dan telah menlalui proses
penyulingan atau reverse osmosi.
telah didestilasi 6x proses destilasi yang dapat menghilangkan kontaminan organik/non organik,
termasuk pirogen. Walaupun air untuk obat suntik tidak
disyaratkan steril tetapi harus bebas pirogen. Aqua pi/ wfi tersebut dimaksudkan untuk pembuatan produk
injeksi/ sediaan steril yang akan disterilkan sesudah dibuat (sterilisasi
akhir).
Setelah dilarutkan,
dimasukan ke labulat 100ml lalu di gojog dengan karbo adsorben 0,1 % yang sudah di aktifkan (agar lebih efektif).
Tujuan dari ini ialah untuk menghilanngkan pirogen (depirogenasi), setelah
itu saring. Setelah disaring dimasukkan ke dalam ampul, disini membuat sediaan
injeksi sebanyak 5 ampul, dan juga membuat kontrol negarif ( aqua pi). Setelah itu digunakan diautoklaf pada suhu 121
c selama 30 menit untuk proses sterilisasi. Setelah disterilisasi di uji
sterilitasnya dan diuji sifat fisiknya meliputi pH, kebocoran, partikel,
kejernihan, dan keseragaman volume.
2 ampul vit b1 dan
1 ampul kontrol negatif (aqua pi) digunakan untuk uji sterilitas, dilakukan didalam ruang laf,
tujuannya utnuk menghindari kontaminan yang dapat memberikan hasil bias.
Sediaan tersebut di masukkan kedalam media bhi cair, lalu diinkubasi selama 24
jam pada suhu 37 c (mrp suhu optimal pertumbuhan mikrobakteri).
3 ampul digunakan
untuk uji sifat fisik. Yang pertama ialah Uji keseragaman volume, dilakukan
secara visual (mata pengamat) pada saat pengisian dilihat volume seragam, namun
setelah di sterilisasi (autoklaf), terjadi perubahan volume, dan volume menjadi
tidk seragam.
Selanjutnya ialah
uji pH, dilakukan dengan kertas pH universal, hasilnya menunjukkan di antara pH
3-4. PH tersebut sesuai syarat sediaan vit 1 yaitu 2,8-3,4.
Selanjutnya uji
kebocoran, dilakukan dengan posisi terbalik, kepala ampul diposisi bawah dan
dilihat apakah terjadi kebocoran atau tidak. Selain itu dengan menggunakan
tissu, apa kah ada rembesan air atau tidak. Hasil praktikum yang diperoleh
bahwa terjadi kebocoran pada sediaan injeksi vitamin b1 .
Selanjutnya uji
partikel asing, dilakukan dibawah sinar dengan background hitam dan putih. Dari
hasil praktikum menunjukkan sediaan tidak terdapat partikel asing.
Kesimpulan :
Dari praktikum ini
dapat disimpulkan bahwa :
pada uji sifat
fisik terjadi kebocoran pada wadah ampul vitamin b1, sehingga menyebabkan
volume tidak seragam.
pada uji
sterilisasi injeksivitamin b1 , diperoleh sediaan yang steril
berdasarkan hasil
tersebut, maka sediaan injeksi vitamin b1 tidak dapat di pasarkan atau
distribusikan. Karena tidak memenuhi persyaratan secara fisik.
Dapus
Anief, Moh. Ilmu
Meracik Obat. 2004. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. 1989. Jakarta : UI-Press.
Department of Pharmaceutical Sciences. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. 1982. London : The Pharmaceutical Press.
Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.
Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.
Depkes RI. Formularium Nasional, Ed II. 1978.Jakarta.
Taketomo, Carol K.Pediatric Dosage Handbook.Ed VIII.2001.USA; American Pharmaceutical Association.
Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The Pharmaceutical Press
Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. 1989. Jakarta : UI-Press.
Department of Pharmaceutical Sciences. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. 1982. London : The Pharmaceutical Press.
Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.
Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.
Depkes RI. Formularium Nasional, Ed II. 1978.Jakarta.
Taketomo, Carol K.Pediatric Dosage Handbook.Ed VIII.2001.USA; American Pharmaceutical Association.
Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The Pharmaceutical Press
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk sediaan Farmasi, Ed
ke 4, penerbit U I, Jakarta.Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri,
Global Pustaka Utama, Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar